Sunday, November 27, 2005

jiffest 2005

Just yesterday I chatted with Suriyan about this year’s JiFFest. And we were concern about the continuation of this Festival for the cheap ticket price used to be. But this morning, on Kompas, there was a head line (well ... at the corner at least) about the very festival.

Kompas, 27 November 2005

JiFFest Menuju Antiklimaks?
DAHONO FITRIANTO


”Ini adalah JiFFest terakhir yang saya pimpin. Tahun depan, saya mengundurkan diri.” Itulah pernyataan Orlow Seunke, Direktur Jakarta International Film Festival, dalam jumpa pers penyelenggaraan festival film internasional tersebut di Hotel Nikko, Jakarta, Rabu (23/11) lalu.

Pernyataan Seunke tersebut langsung mendapat reaksi dari hadirin yang terkaget-kaget. Bagaimana mungkin, setelah dengan panjang lebar menjelaskan bahwa Jakarta International Film Festival (JiFFest) tahun ini adalah yang terbesar sejak mulai digelar pada tahun 1999, tiba-tiba Seunke mengumumkan pengunduran dirinya dengan nada bicara seolah putus asa seperti itu?

Salah satu hadirin yang langsung maju untuk menanggapi pernyataan direktur festival itu adalah produser film Ram Punjabii. Ram menegaskan bahwa ia tidak ingin Seunke mengundurkan diri secepat itu dan menginginkan Seunke tetap memimpin penyelenggaraan JiFFest untuk tahun depan dan tahun-tahun berikutnya. ”Apa pun rintangan yang dihadapi, kami ada di sini untuk membantu,” tutur pemilik Multi Vision Plus itu.

Namun, Seunke bergeming dan tidak menanggapi pernyataan Ram itu. Tiba-tiba, masa depan festival film internasional satu-satunya yang pernah sukses di Indonesia itu menjadi kembali tidak menentu.

Terbesar

JiFFest ke-7 tahun ini akan berlangsung pada 9-18 Desember mendatang. Seluruh rangkaian pemutaran film akan dipusatkan di dua venues utama, yakni Kompleks Taman Ismail Marzuki di Jalan Cikini Raya dan gedung bioskop Djakarta Theater di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.

JiFFest kali ini secara kasat mata merupakan yang terbesar dibandingkan dengan enam kali penyelenggaraan sebelumnya. Mulai dari jumlah film, dana yang dikumpulkan, sampai dukungan sponsor, terlihat jauh lebih banyak dibandingkan dengan tahun lalu.

Sebanyak 201 film dari 35 negara yang dirilis sepanjang tahun 2003-2005 akan ditampilkan dalam JiFFest tahun ini. Keterangan pers resmi menyebutkan, sebagian besar film-film tersebut telah memenangkan penghargaan dari sejumlah festival film terkemuka, seperti Cannes, Venice, Sundance, IDFA, hingga Academy Awards.

Tahun ini JiFFest memilah film-film yang diputar dalam tiga kategori, yakni World Cinema, Panorama, dan House of Docs. World Cinema akan berisi film-film karya pembuat film yang sudah tidak asing lagi, di antaranya 2046 (Wong Kar Wai/Hongkong), Taegukgi (Kang Je-gyu/Korea), dan The Sea Inside (Alejandro Amenabar/Spanyol) yang meraih Oscar untuk Best Foreign Language Film pada Academy Awards 2005.

Kategori Panorama akan berisi film-film yang dibuat oleh sutradara yang belum terlalu dikenal, tetapi dengan kualitas setara. Beberapa film yang tampil di kategori ini antara lain Noi Albinoi (Dagur Kari/Eslandia), Buongiorno, Notte (Marco Bellocchio/Italia), dan Oldboy (Park Chan-wook/Korea) yang memenangkan Grand Jury Prize for Best Film di Festival Film Cannes 2004.

Sementara kategori House of Docs menyajikan koleksi film-film dokumenter pilihan. Beberapa yang layak mendapat perhatian adalah Comandante karya sutradara Oliver Stone yang berisi dokumentasi wawancara eksklusif dengan Presiden Kuba Fidel Castro. Kemudian dokumentasi perjalanan grup band heavy metal Metallica berjudul Metallica: Some Kind of Monster karya Joe Berlinger dan Bruce Sinofsky.

Selain itu, JiFFest juga akan menggelar Festival Film Eropa bekerja sama dengan Uni Eropa (UE), yang menyajikan 30 judul film dari 17 negara UE. Beberapa pelatihan digelar dengan menghadirkan para praktisi perfilman dari mancanegara.

Sebanyak 40 tamu undangan istimewa dari berbagai negara juga akan menghadiri hajatan JiFFest ke-7 ini, termasuk di antaranya Direktur Sundance Film Festival Geoffrey Gilmore dan sutradara Shinya Tsukamoto dari Jepang yang menyutradarai Vital.

Ketua JiFFest Shanty Harmayn mengatakan, hajatan sebesar itu dimungkinkan setelah panitia tahun ini mendapat dukungan dana hampir dua kali lipat dibandingkan dengan tahun lalu. ”Tahun ini kami mendapat dana Rp 4,2 miliar sehingga bisa berbuat lebih banyak,” ungkap Shanty.

Masih kurang

Lalu apa alasan Seunke memutuskan mengundurkan diri sebagai direktur festival? Dalam pernyataannya, Seunke mengaku tidak sanggup lagi mengurus acara sebesar JiFFest dengan dukungan yang masih sangat terbatas, baik dari pemerintah maupun pihak swasta. ”Terlihat jelas bahwa perusahaan-perusahaan swasta dan pemerintah tidak melihat sebuah acara kebudayaan sebagai sesuatu yang penting dan butuh uang untuk menyelenggarakannya,” tutur Seunke.

Menurut dia, penyelenggaraan sebuah acara festival film, seperti Pusan Film Festival di Korea, idealnya ditanggung bersama oleh pemerintah kota, pemerintah pusat, dan pihak sponsor swasta. ”Harusnya, pemerintah kota menyumbang 30 persen dana, pemerintah pusat 30 persen, dan baru 30 persennya kita cari sponsor ke pihak swasta,” paparnya.

Kenyataannya, hanya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang tahun ini memenuhi janjinya dengan memberikan dana hingga Rp 1,2 miliar. Sementara pemerintah pusat melalui Departemen Kebudayaan dan Pariwisata hanya menyumbang dana Rp 160 juta atau sekitar 3,8 persen dari total biaya yang dibutuhkan. ”Sisanya kami harus pontang-panting mencari sponsor dan donatur,” tutur Shanty.

Seunke menambahkan, ia tidak mau menyelenggarakan JiFFest dalam kondisi yang masih tetap seperti itu. Ia mengatakan, JiFFest tahun depan—kalau masih ada—akan disusutkan skalanya tidak sebesar tahun ini. ”Tahun depan, penyelenggaraan JiFFest mungkin hanya 5-6 hari saja,” ungkapnya.

Sungguh sangat ironis, saat JiFFest sedang mendaki menuju puncak dan makin dikenal publik perfilman luar negeri sehingga diharapkan dapat berperan besar dalam memajukan dunia perfilman dalam negeri yang sedang menggeliat bangkit, penyelenggaraannya justru menuju ke sebuah antiklimaks tanpa masa depan yang jelas.

”Masalahnya, tidak pernah ada kontinuitas komitmen yang jelas dari pihak-pihak yang seharusnya mendukung kami sehingga setiap tahun kami harus selalu mulai dari nol tanpa ada jaminan festival ini bisa terselenggara atau tidak,” tutur Shanty.

Akhirnya, semua pihak diharapkan dapat bersikap jelas seperti yang ditandaskan produser Ram Punjabii kepada Orlow Seunke, ”Sampai kapan pun saya akan mendukung terlaksananya festival ini dengan sekuat tenaga dan dana. Jadi saya minta jangan mengundurkan diri. Please, stay with us, and we’ll stay with you!”

No comments: