Mungkin rasa takut dalam diri saya tidak sebesar rasa takut yang ada dalam diri orang lain. Atau mungkin rasa takut saya sedemikian besarnya sehingga yang muncul ke permukaan justru rasa berani yang sebenarnya menutupi rasa takut itu sendiri. Saya punya cerita tentang tidak takutnya saya akan malam.
Ini adalah awal keberanian saya menjelajah bumi. Sejak kecil saya tidak pernah menolak untuk bepergian jauh sendirian dengan menggunakan kendaraan umum walaupun hanya di dalam kota. Mana mungkin saya memaksakan diri untuk mengendarai mobil diusia yang baru dua belas tahun! Saat itu saya terbiasa melakukan perjalanan selama empat jam pulang pergi dan terkadang tertidur dalam perjalanan hanya karena jauhnya jarak tempuh dari Kebon Jeruk ke Tebet. Perjalanan waktu itu hanyalah perjalanan di pagi hari. Dan tidak ada kesulitan di dalamnya.
Saat di bangku sekolah menengah, saya mulai merasakan kehidupan malam (bukan dalam arti negatif) walaupun orang tua sudah memberlakukan night curfew. Beberapa kali saya menghabiskan waktu di malam hari hanya untuk pergi bersama teman-teman, menginap di salah satu rumah mereka, atau menonton film midnight di bioskop. Karena memang yang saya lakukan adalah hanya menghabiskan waktu bersama teman-teman dan tidak melakukan hal negatif seperti mencoba-coba drug, maka tidak ada masalah dengan keluarga. Peer group merupakan bagian penting dalam kehidupan pada saat itu.
Hidup saya agak berubah ketika untuk pertama kalinya diakhir masa sekolah menengah saya melakukan perjalanan ke luar negeri. Entah mengapa, tidak ada rasa khawatir sedikitpun dalam diri saya. Semua mengalir dengan sederhana. Sendirian saya berjalan di tengah malam di Harajuku dan Shinjuku walaupun tidak aktif berbahasa Jepang. Siang hari saya sempatkan untuk berjalan sendiri keliling kota Bandar Seri Begawan, Bangkok, Hakodate, Kota Tinggi, Manila, Osaka, Singapura, dan Tokyo. Pada kesendirian menikmati kota-kota itulah saya mulai menikmati hidup. Bisa dikatakan I’m a loner in this planet dan saya menikmatinya!.
Kehidupan malam agak berubah pola ketika saya mulai berkenalan dengan teman-teman program sewaktu saya mulai kuliah, yang nota-bene memang lebih tua dari pada saya. Beruntung sekali dalam hidup ini saya selalu bertemu dengan orang-orang terbaik. Semua abang, kakak, mbak, dan mas tidak pernah mengajak saya melakukan hal-hal negatif. Pola permainan berubah menjadi penikmat live-music. Waktu itu jarang sekali cafĂ© di Jakarta, dan beberapa abang dan kakak saya tercinta adalah “pengamen” yang sering bermain di hotel-hotel bintang lima di Jakarta. Pada saat itulah saya mulai menikmati live-music. Ditambah dengan rapat-rapat organisasi yang sering kali diadakan pada malam hari karena pengurus sebagian besar adalah pekerja yang hanya punya waktu luang di malam hari. Perjalanan ke Bandung, Denpasar, Manado, Mataram, Medan, Surabaya, dan Semarang, paling sering ditempuh pada malam hari. Perjalanan malam sudah menjadi hal yang biasa, dan karena memang tidak ada yang tinggal searah rumah saya, maka malam-malam kembali ke rumah terlalu sering dihabiskan dalam kesendirian.
Menjelang akhir kuliah, mata kuliah fotografi mengharuskan saya keluar malam untuk tugas night-scene. Awal mula kecintaan saya akan lampu malam yang begitu menakjubkan saat terekam oleh kamera. Menurut saya, Jakarta diwaktu malam merupakan lukisan terindah yang pernah ada. Sayangnya, waktu itu kamera digital belum ditemukan sehingga uang jajan saya habis untuk hobi saya yang terlalu boros! Sekali lagi, malam tidak mengecewakan saya, karena saya selalu sampai di rumah tanpa kekurangan suatu apa.
Memulai kerja dan bertemu teman baru merupakan suatu peristiwa yang tidak akan terelakkan. Perjalanan malam saya bukan lagi untuk kepentingan rapat organisasi atau menikmati live-music di tengah maraknya hiburan malam yang selalu berkonotasi negatif. Malam mulai mendekatkan saya kepada Allah, melalui pengajian dan perjalanan panjang yang dapat ditempuh dengan singkat dari rumah teman tercinta di daerah Lebak Bulus, Pasar Minggu, Depok, Ciputat, Ciracas, dan sebagainya. Bintang merupakan teman perjalanan yang sangat menghibur terutama jika saya teringat seseorang yang akan hadir di masa depan. Somewhere out there menjadi lagu pengiring yang tidak akan pernah membosankan dan malam mendampingi dengan bijaksana.
Malam di Eropa tidak juga berbeda dengan di Asia. Saat berada di Aberdeen, Antruster, Bath, Birmingham, Cambridge, Cardiff, Dundee, Edinburgh, Egham, Glasgow, Inverness, Isle of Skye, London, Manchester, Montrose, Norwich, Oban, Portsmouth, Salisbury, St. Andrew, dan Stirling ternyata malam tidak juga berhenti menunjukkan keindahannya. Tidak ada rasa takut sedikit pun akan jahatnya manusia yang mungkin bertambah karena kelamnya malam. Pun ketika saya berada di Amsterdam, Brussels, Florence, Frankfurt, Lille, Luxemburg, Menton, Monte Carlo, Nice, Paris, Pisa, Roma, dan Vatican. Malamku tidak pernah menakutkan.
Karenanya, saya cukup terkejut dengan kekhawatiran teman tercinta akan ketakutan diri dalam menikmati malam di muka bumi. Manusia memang ada yang jahat, tetapi saya selalu yakin Allah akan melindungi kita dimanapun kita berada, selama kita tidak mengundang rasa takut itu sendiri. Tetapi mungkin rasa takut pada malam merupakan suatu perasaan yang berbeda dari berbagai rasa yang pernah saya temui. Seharusnya saya mulai mencari rasa takut pada malam, sehingga saya akan lebih menghargai keberanian yang mungkin sudah menjadi anugrah. Good night, night. See you tomorrow night!
Ini adalah awal keberanian saya menjelajah bumi. Sejak kecil saya tidak pernah menolak untuk bepergian jauh sendirian dengan menggunakan kendaraan umum walaupun hanya di dalam kota. Mana mungkin saya memaksakan diri untuk mengendarai mobil diusia yang baru dua belas tahun! Saat itu saya terbiasa melakukan perjalanan selama empat jam pulang pergi dan terkadang tertidur dalam perjalanan hanya karena jauhnya jarak tempuh dari Kebon Jeruk ke Tebet. Perjalanan waktu itu hanyalah perjalanan di pagi hari. Dan tidak ada kesulitan di dalamnya.
Saat di bangku sekolah menengah, saya mulai merasakan kehidupan malam (bukan dalam arti negatif) walaupun orang tua sudah memberlakukan night curfew. Beberapa kali saya menghabiskan waktu di malam hari hanya untuk pergi bersama teman-teman, menginap di salah satu rumah mereka, atau menonton film midnight di bioskop. Karena memang yang saya lakukan adalah hanya menghabiskan waktu bersama teman-teman dan tidak melakukan hal negatif seperti mencoba-coba drug, maka tidak ada masalah dengan keluarga. Peer group merupakan bagian penting dalam kehidupan pada saat itu.
Hidup saya agak berubah ketika untuk pertama kalinya diakhir masa sekolah menengah saya melakukan perjalanan ke luar negeri. Entah mengapa, tidak ada rasa khawatir sedikitpun dalam diri saya. Semua mengalir dengan sederhana. Sendirian saya berjalan di tengah malam di Harajuku dan Shinjuku walaupun tidak aktif berbahasa Jepang. Siang hari saya sempatkan untuk berjalan sendiri keliling kota Bandar Seri Begawan, Bangkok, Hakodate, Kota Tinggi, Manila, Osaka, Singapura, dan Tokyo. Pada kesendirian menikmati kota-kota itulah saya mulai menikmati hidup. Bisa dikatakan I’m a loner in this planet dan saya menikmatinya!.
Kehidupan malam agak berubah pola ketika saya mulai berkenalan dengan teman-teman program sewaktu saya mulai kuliah, yang nota-bene memang lebih tua dari pada saya. Beruntung sekali dalam hidup ini saya selalu bertemu dengan orang-orang terbaik. Semua abang, kakak, mbak, dan mas tidak pernah mengajak saya melakukan hal-hal negatif. Pola permainan berubah menjadi penikmat live-music. Waktu itu jarang sekali cafĂ© di Jakarta, dan beberapa abang dan kakak saya tercinta adalah “pengamen” yang sering bermain di hotel-hotel bintang lima di Jakarta. Pada saat itulah saya mulai menikmati live-music. Ditambah dengan rapat-rapat organisasi yang sering kali diadakan pada malam hari karena pengurus sebagian besar adalah pekerja yang hanya punya waktu luang di malam hari. Perjalanan ke Bandung, Denpasar, Manado, Mataram, Medan, Surabaya, dan Semarang, paling sering ditempuh pada malam hari. Perjalanan malam sudah menjadi hal yang biasa, dan karena memang tidak ada yang tinggal searah rumah saya, maka malam-malam kembali ke rumah terlalu sering dihabiskan dalam kesendirian.
Menjelang akhir kuliah, mata kuliah fotografi mengharuskan saya keluar malam untuk tugas night-scene. Awal mula kecintaan saya akan lampu malam yang begitu menakjubkan saat terekam oleh kamera. Menurut saya, Jakarta diwaktu malam merupakan lukisan terindah yang pernah ada. Sayangnya, waktu itu kamera digital belum ditemukan sehingga uang jajan saya habis untuk hobi saya yang terlalu boros! Sekali lagi, malam tidak mengecewakan saya, karena saya selalu sampai di rumah tanpa kekurangan suatu apa.
Memulai kerja dan bertemu teman baru merupakan suatu peristiwa yang tidak akan terelakkan. Perjalanan malam saya bukan lagi untuk kepentingan rapat organisasi atau menikmati live-music di tengah maraknya hiburan malam yang selalu berkonotasi negatif. Malam mulai mendekatkan saya kepada Allah, melalui pengajian dan perjalanan panjang yang dapat ditempuh dengan singkat dari rumah teman tercinta di daerah Lebak Bulus, Pasar Minggu, Depok, Ciputat, Ciracas, dan sebagainya. Bintang merupakan teman perjalanan yang sangat menghibur terutama jika saya teringat seseorang yang akan hadir di masa depan. Somewhere out there menjadi lagu pengiring yang tidak akan pernah membosankan dan malam mendampingi dengan bijaksana.
Malam di Eropa tidak juga berbeda dengan di Asia. Saat berada di Aberdeen, Antruster, Bath, Birmingham, Cambridge, Cardiff, Dundee, Edinburgh, Egham, Glasgow, Inverness, Isle of Skye, London, Manchester, Montrose, Norwich, Oban, Portsmouth, Salisbury, St. Andrew, dan Stirling ternyata malam tidak juga berhenti menunjukkan keindahannya. Tidak ada rasa takut sedikit pun akan jahatnya manusia yang mungkin bertambah karena kelamnya malam. Pun ketika saya berada di Amsterdam, Brussels, Florence, Frankfurt, Lille, Luxemburg, Menton, Monte Carlo, Nice, Paris, Pisa, Roma, dan Vatican. Malamku tidak pernah menakutkan.
Karenanya, saya cukup terkejut dengan kekhawatiran teman tercinta akan ketakutan diri dalam menikmati malam di muka bumi. Manusia memang ada yang jahat, tetapi saya selalu yakin Allah akan melindungi kita dimanapun kita berada, selama kita tidak mengundang rasa takut itu sendiri. Tetapi mungkin rasa takut pada malam merupakan suatu perasaan yang berbeda dari berbagai rasa yang pernah saya temui. Seharusnya saya mulai mencari rasa takut pada malam, sehingga saya akan lebih menghargai keberanian yang mungkin sudah menjadi anugrah. Good night, night. See you tomorrow night!
No comments:
Post a Comment