Tuesday, September 02, 2014

mari berbicara tentang pelecehan

Sebenarnya ini bukan topik pilihan saya bingit. Tapi mengingat seorang teman sudah mengalaminya untuk kedua kalinya, ga ada salahnya saya tulis berdasarkan pemikiran saya. Tau sendiri, kan, kalau saya hanya ngasih kesempatan dua kali aja atas segala sesuatu. Begitu yang ketiga, tiada ampun! Hehe ...

Kantor itu bukan tempat dimana pelecehan bisa ditolerir. Ga perlu lah kita bersabar ngadepin orang-orang yang ga jelas omongannya. Didiemin aja malah makan hati. Harus dilawan!

Pelecehan itu sebenernya diskriminasi. Ada dua macam pelehan seksual. Pertama pelecehan imbal jasa, terjadi ketika bawahan dilecehkan dengan cara diminta imbalan dalam bentuk seks atas keputusan yang diambil oleh orang yang meminta. Contoh ekstrimnya adalah ketika bawahan dipecat oleh atasan yang ditolak permintaan seksnya. Kedua, pelecehan dalam bentuk "lingkungan kerja yang bermusuhan", ketika tingkah laku orang-orang yang ada di kantor sudah ga bisa diterima lagi akibatnya jadi menghina, mengganggu, merendahkan, atau mengintimidasi karyawan di lingkungan kerja. Biasanya muncul dalam bentuk pernyataan yang menyinggung, lelucon atau komentar yang tidak senonoh, lelucon kasar, gambar-gambar pornografi, menyentuh, dan/atau permintaan untuk berkencan yang berulang-ulang. Kalau mau rinciannya, ini:
  • Membuat atau mengirimkan gambar-gambar, kartun, atau material lainnya yang terkait dengan seks dan dirasa melanggar etika/batas.
  • Memberikan hadiah atau meninggalkan barang-barang yang dapat merujuk pada seks.
  • Omongannya terkait dengan seks.
  • Memegang ataupun menyentuh dengan tujuan seksual. Inget ya, semua orang juga tau kalau foreplay itu dimulai dari menyentuh dulu! 
  • Secara berulang berdiri dengan dekat sekali atau hingga bersentuhan badan dan badan antarorang. 
  • Secara berulang menunjukkan perilaku yang mengarah pada hasrat seksual.
  • Secara berulang meminta seseorang untuk bersosialisasi (tinggal, ikut pergi) di luar jam kantor walaupun orang yang diminta telah mengatakan tidak atau mengindikasikan ketidaktertarikannya.
  • Di luar jam kerja memaksakan ajakan-ajakan yang terkait dengan seks yang berpengaruh pada lingkup kerja. 

Kejadian yang seringnya kalau kita aduin ke atasan atau teman, malah kitanya yang kena masalah. Bukannya dipercaya sebagai korban, kitanya malah dituduh oportunis dan reputasinya malah rusak. Kaya' di kantor. Begitu masalah ini diangkat, malah 'diminta' untuk ga ngungkapin ke orang lain karena yang melakukan dianggap 'tokoh'. Yeah right! Some tokoh you are! Tapi kalau dibawa langsung ke ranah hukum, lebay juga sebenernya. Ga juga jadi pilihan terbaik sebenernya. Jadi perlu dipelajari situasinya.

Tapi ... ada beberapa tahapan yang bisa dilakukan sebenernya. Pertama, langsung dan secara jelas bilang ke yang melakukan pelecehan bahwa tindakannya tidak dapat diterima dan kitanya ga berkenan diperlakukan seperti itu. Kedua, kalau itu manusia gua ga juga ngerti, buat laporan tertulis, sesuai dengan tahapan pelaporan. Tapi langkah kedua ini dilakukan kalau langkah pertama bener-bener ga mempan dan pelecehannya udah parah dan membawa duka mendalam. Indikator tingkat keparahannya adalah:
1. seberapa sering terjadi;
2. seberapa parah;
3. apakah secara fisik sudah mengganggu atau memalukan;
4. apakah mengganggu kinerja kita.

Jadi mulai dari laporan tertulis ke koordinator dulu, terus ke KaBid, KaPus, Kepegawaian, dan jangan ke No. 1 di kantor deh. Malah bisa kena omel karena nanti beliau bilang 'ga level' (Keket Mode ON). Laporannya model laporan pengaduan masyarakat, memuat catatan waktu kejadian, waktu dan tanggal. Semacam jurnal harian pelecehan lah (padahal buku harian kinerja aja kita ga ngisi-ngisi. hihi ...)

No comments: